Kamis, 20 September 2012

Penanganan terhadap Perilaku Menyimpang Remaja



Kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa hal antara lain kesalahan sistem pengajaran di sekolah yang kurang menanamkan sistem nilai, transisi kultural, kurangnya perhatian orang tua, dan kurangnya kepedulian masyarakat pada masalah remaja. Untuk mengatasi permasalahan remaja tersebut perlu dilakukan secara sistemik dan komprehensip melalui lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan melalui kebijakan pemerintah. Hal ini dapat dapat dikaji dan dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu (interdisipliner) yaitu agama, moral (PPKn), olahraga kesehatan, biologi, Psikologi, sosial, hukum, dan politik. 
Tulisan ini berusaha mendeskripsikan masalah kenakalan remaja (siswa SLTP & SLTA) terutama pengguna narkoba dan berusaha untuk memberikan solusi. Penulis mengharapkan artikel ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam memberantas narkoba. Memang untuk mengatasi masalah kenakalan remaja perlu adanya kerjasama antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah secara kompak sehingga permasalahan yang di hadapi para remaja dapat ditangulangi secara tuntas. Strategi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penanganan di Lingkungan Sekolah
Salah satu penyebab anak usia sekolah nakal karena tidak memiliki sistem nilai sebagai pedoman dalam kehidupanya. Dengan demikian, mereka sangat mudah untu mengadopsi sesuatu yang ada di masyarakat tanpa menyaring terlebih dahulu. Untuk itu sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal harus mengubah sistem pengajaran yang lebih menekankan pada aspek kognitif, ke sistem pengajaran yang seimbang antara kognektif, afektif dan psikomotor. Perpaduan ketiga aspek tersebut akan memberikan bekal kepada siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penggarapan aspek afektif (sikap, minat, sistem nilai, apresiasi) akan berdampak positif terhadap perilaku siswa.
Pada dasarnya setiap siswa memiliki sistem nilai, jika sistem nilai ini kita klarifikasikan maka akan mempengaruhi perilaku siswa baik secara individu maupun secara berkelompok. Penanaman sistem nilai kepada siswa di sekolah hendaknya dengan berbagai strategi dengan melibatkan semua guru bidang studi. Menanggulangi masalah kenakalan remaja termasuk pengguna narkoba (narkotik dan obat terlarang ) khususnya di sekolah perlu kerjasama antara guru agama, PPKn, bimbingan konseling, olahraga kesehatan, dan biologi secara terintegrasi
a. Pendekatan melalui Agama
Guru agama dalam menjelaskan masalah kenakalan ramaja (perilaku menyimpang, penggunaan narkotik, minuman keras) bisa dengan cara memberi tugas kepada siswa untuk mencari ayat Al-Quran dan hadist nabi yang berkaitan dengan masalah tersebut, sehingga siswa akan memahami betul isi dari ajaran agama yang diyakininya berkaitan dengan permasalahan. Harus diingatkan bahwa mempelajari Al-Quran dan hadist nabi harus dimulai dengan keyakinan bukan dimulai dari keraguan sebagaimana mempelajari ilmu. Dengan demikian, tidak akan menyalahkan alquran maupun hadist jika yang terdapat dalam pikiranya berbeda. Justru dengan kejadian itu dapat dijadikan sebagai bahan renungan dan koreksi diri apa yang telah diperbuat.
Dengan strategi pemberian tugas tersebut diharapkan siswa akan mengerti menyadari, dan memahami dengan penuh makna apa yang dipelajari sehingga mereka taat akan agamanya, serta mengetahui akibat jika melakukan tindakan yang salah. Pada dasarnya setiap agama melarang umatnya memakai atau mengonsumsi norkoba. Dalam hal ini agama Islam dengan tegas melarang umatnya minum minuman keras. Agama Islam menganjurkan pada umatnya agar sesama manusia untuk saling mengenal, menolong, dan bekerjasama bukan untuk saling berkelahi., karena dengan saling tolong menolong dan bekerjasama akan mendatangkan suatu keuntungan.
problem kenakalan remaja dan narkoba jika dikaji dari berbagi ilmu akan memiliki tujuan yang luar biasa. Misalnya minuman keras akan menyebabkan manusia mabuk (tidak sadarkan diri) sehingga tindakan yang dilakukan cenderung merugikan orang lain. Secara logika saja tidak mungkin dalam keadaan mabuk seseorang melakukan sesuatu dengan benar.
b. Pendekatan Moral dan Hukum (PPKN)
PPKn merupakan bidang studi yang mengajarkan nilai, norma, dan moral kepada siswa, untuk itu guru PPKn memeliki kewajiban untuk ikut menyelesaikan masalah kenakalan remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui proses pembelajaran dengan menggunakan multi metode dan media seperti Value Clarification Technik (pembinaan nilai), sosio drama, bermain peran, liputan, diskusi, pertemuan kelas, dan pemberian tugas. Penggunaan metode ini hendaknya disesuaikan dengan pokok bahasan, situasi dan kondisi sehingga benar-benar dapat bermakna bagi siswa.
Penggunaan metode VCT (pembinaan nilai) baik VCT percontohan, skala sikap, daftar baik buruk dapat melatih siswa untuk memilih sistem nilai yang akan diyakini dalam menghadapi suatu masalah. Dengan sering dilatih emosinya ini, maka diharapkan remaja (siswa) dapat menyaring atau memilah-milah suatu informasi dari media masa maupun masyarakat.
Guru dapat memberi tugas kepada siswa untuk mencari contoh masalah kenakalan remaja yang ada di masyarakat. Tugas ini diberikan kepada siswa dengan tujuan agar mereka lebih sensitip terhadap problem yang terjadi di masyarakat. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk memberikan kometar, penyebab dan akibat remaja melakukan perbuatan yang menyimpang serta bagaimana cara mengatasinya. Tugas tersebut akan melatih siswa untuk mengetahui secara mendalam tentang permasalahan remaja dan cara-cara untuk menyelesaikan. Kegiatan ini juga dapat melatih siswa bersosialisasi dengan masyarakat lingkunganya. Hal ini sejalan dengan pembelajaran portofolio dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
Di samping itu guru hendaknya menugaskan kepada siswanya untuk mencari pasal-pasal dalam hukum pidana (tentang perkelaian, penganiayaan, minuman keras dan pengguna narkoba) kemudian didiskusikan di dalam kelas untuk dicari solusinya. Dalam diskusi agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebaiknya melibatkan aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) sebagai nara sumber untuk menjelaskan sebab akibat dari penggunaan narkoba, berkelahi, minuman keras, dan berbuat kekerasan lainya ditinjau dari hukum. 
c. Pendekatan melalui olahraga kesehatan
Olahraga adalah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja terutama pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian di Yogyakarta bahwa anak-anak remaja memakai narkoba dengan alasan untuk menghilangkan stres, mendapatkan ketenangan, mencari kesenangan dan kenikmatan, menyesuaikan dengan perilaku teman.
Alasan tersebut hanyalah merupakan jalan pintas dalam menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh remaja, sebenarnya masih banyak jalan lain untuk menyelesaikan antara lain dengan berolah raga. Sekolah hendaknya mengaktifkan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. sebab olah raga memiliki manfaat antara lain:
1. Merangsang keluarnya B indorfin yang merupakan morfin yang diproduksi oleh tubuh sendiri. Hal ini dapat mendatangkan rasa senang, tenang, dan sakit.
2. Mengurangi kadar garam yang tinggi. Zat ini dapat membuat cemas, pemarah dan stres.
3. Menambah osigen otak. Cukupnya oksigen otak akan memperbaiki suasana hati dan menambah daya konsentrasi
4. Memproyeksikan kemarahan dan kecemasan. Kemarahan dapat dilampiaskan dengan cara memukul bola keras-keras, berlari dan sebagaimya

d. Pendekatan melalui Bimbingan Konseling (BP)
Bimbingan konseling sangat berperan dalam menangani masalah siswa (remaja). Melaui BP diharapkan siswa mau menyampaikan masalah yang dihadapinya, karena BP memiliki keahlian khusus dalam bidang psikologi. Pendekatan yang digunakan haruslah humanis melalui sentuhan jiwa (rohani). Dengan demikian, diharapkan BP dapat dijadikan tempat berdialog para siswa dalam mengahadapi suatu persoalan. Dengan pendekatan ini maka siswa merasa dilindungi (diperhatikan).
Selain itu juga perlu diadakan razia narkoba secara rutin dan terprogram. Razia hendaknya dilaksanakan dengan semua guru yang dilakukan dengan serempak dan terorganisir sehingga siswa tidak dapat mengelak jika diketemukan membawa narkoba di dalam tas maupun sakunya. 
e. Pendekatan melalui Biologi
Biologi merupakan ilmu yang mempelajari makluk hidup salah satunya adalah manusia. Dalam proses belajar mengajar guru biologi perlu menyisisipkan bahasan tentang bahaya narkoba terhadap tubuh manusia. Manusia yang mengonsumsi narkoba maka daya tahan fisik, fungsi otak akan berkurang. Bahkan berdasarkan hasil penelitian akibat narkoba terhadap otak adalah encernya cairan otak yang mengakibatkan lambat berpikir. Dengan penjelasan yang disampaikan guru diharapkan siswa betul-betul mengetahui akibatnya jika mereka mengonsumsi narkoba.
2. Penanganan di lingkungan keluarga.
Keluarga sebagai tempat pendidikan anak pertama harus lebih peka terhadap perkembangan perilaku anaknya. Dengan demikian, diharapkan anak dapat berkembang sesuai dengan nilai, norma yang berlaku. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut yang harus dilakukan orang tua antar lain adalah sebagai berikut:
Pertama harus ditanamkan nilai dan norma agama dalam diri anak. Karena agamalah yang dapat mengendalikan perilaku manusia. Jika melakukan ajaran agama dengan baik maka baiklah perilakunya tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berdiskusi tentang berbagai permasalahan yang dihadapi remaja ditinjau dari agama dan bidang lain, melakukan sholat berjamaah.
Kedua orang tua harus dapat meluangkan waktunya untuk berkumpul dengan anaknya dalam rangka memahami, mengetahui kebutuhan psikis maupun fisik serta permasalahan yang dihadapi anaknya. Memecahkan permasalahan yang dihadapi anaknya yang sudah remaja hendaknya melibatkan seluruh anggota keluarga, dengan mendengarkan pemasukan dari semua amggota keluarga maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan lebih baik.
Ketiga orang tua harus mengetahui teman-teman dekat anaknya. Hal ini dilakukan agar dapat lebih mudah mengontrol anaknya, apakah temanya tersebut baik ataukah anak brandalan. Perilaku remaja selain dipegaruhi oleh keluarga juga oleh teman sebaya, maka dalam memilih teman bergaul juga harus memperhatikan latar belakangnya. Orang tua dengan mengetahui teman-teman dekatnya sehingga mereka dapat memberikan suatu pandangan kepada anaknya bagaimana seharusnya bergaul.
3. Penanganan Di Lingkungan Masyarakat (Bidang Sosial)
Kepedulian masyarakat terhadap masalah remaja perlu ditingkatkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengawasi kegiatan remaja dalam masyarakat. Masyarakat hendaknya memberikan suatu saran kepada para remaja jika mereka melakukan suatu tindakan yang menyimpang dari niai-niai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kepedulian ini juga dapat diwujudkan dengan cara melaporkan kepada yang berwajib (polisi) jika mengetahui adanya perdagangan obat terlarang, melakukan perkelahian, minum-minuman keras ataupun melakukan tindakan kekerasan yang lainya. Kepedulian masyarakat ini akan membantu dalam mengatasi permasahan kenakalan remaja. Hal lain yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah mengajak remaja dalam kegiatan-kegiatan sosial masyarkat (gotong royong, aktif dalam kegiatan kepemudaan, keagamaan) serta memberikan suatu keterampilan yang berguna dalam hidupnya..
4. Penanganan oleh Pemerintah (bidang politik)
Generasi muda adalah pemegang tongkat estafet pembangunan bangsa. Ada sebagian masyarakat kita berpendapat jika pemuda rusak maka rusaklah bangsa namun jika pemuda baik, maka baiklah bangsa ini. Oleh karena itu, pemerintah harus dapat menyiapkan generasi muda yang beriman dan bartaqwa, berkepribadian luhur, dan kreatif. Untuk mewujudkan itu maka pemerintah harus memiliki langkah-langkah kongkrit. Langkah-langkah tersebut antara lain:
a. Lebih mengaktifkan kembali kegiatan organisasi kepemudaan seperti karang taruna, KNPI, dan organisasi-organisasi kepemudaan yang lain. Hal ini dilakukan untuk memecahakan permasalahan yang dihadapi remaja denga cara berdialog antar remaja dan juga bisa digunakan sebagai kegiatan para remaja untuk berkreasi.
b. Melakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba pada remaja sampai ketingkat pedesaan.
c. Meningkatkan dan membuka pelatihan-pelatihan untuk generasi muda. Kegiatan ini akan memberikan suatu keterampilan para remaja sehingga bisa mengurangi pengangguran. Akhirnya kegiatan yang negatif dari remaja dapat ditekan seminimal mungkin.
d. Memberikan hukuman yang berat kepada pengguna narkoba dan tindak kriminal. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa remaja yang menggunakan narkoba, melakukan tindakan kriminal, minum-minuman keras pada umumnya mereka sudah mengetahui bahaya narkoba bagi kesehatan, akibat melanggar hukum, dan tindakan merugikan orang lain namun mereka tetap melakukan. Hal ini karena kurang tegaknya hukum, maka untuk membuat jera perlu adanya hukuman yang lebih berat.

Pencegahan Perilaku Penyimpang pada Remaja


   

A. Pendahuluan

 Masa remaja adalah masa transisi dari anak ke dewasa. Dalam perkembangan psikososial, masa remaja dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) masa remaja awal/dini (early adolescence) umur 11 – 13 tahun; (2) masa remaja pertengahan (middle adolescence) umur 14 – 16 tahun; dan (3) masa remaja lanjut (late adolescence) umur 17 – 20 tahun. Masing-masing tahapan memiliki ciri tersendiri, tetapi tidak memiliki batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.

Dari seluruh masa tumbuh kembang anak, masa remaja menjadi bagian penting dan tidak dapat dikesampingkan karena turut memberikan andil dalam menentukan masa depan anak menuju dewasa yang memiliki kualitas hidup yang tinggi. Ancaman pada masa remaja ini umumnya selalu datang bertubi-tubi, khususnya di negara yang sedang berkembang. Menurut IG.N. Gde Ranuh, sepanjang abad 20 lingkungan telah banyak merubah perilaku para remaja dan banyak menjurus ke perilaku resiko tinggi (risk-taking behavior) dengan segala konsekuensi akibat dari perilaku tersebut. 

Salah satu bentuk perilaku resiko tinggi yang terjadi dan menjadi masalah anak pada masa remaja ini adalah perilaku yang berkaitan dengan perilaku seks para nikah. Nashori (1996) menunjukkan angka statistik tentang tentang deviasi (penyimpangan) perilaku anak remaja yang semakin besar dari tahun ke tahun terkait dengan perilaku seks para nikah. Era tahun 1970, penelitian mengenai perilaku seks para nilkah menunjukkan angka 7 – 9 persen. Dekade tahun 1980, perilaku bebas seks pra nikah meningkat menjadi 12 – 15 persen. Berikutnya tahun 1990 meningkat lagi menjadi 20 persen.

Yang mengejutkan, sebagaimana direlease oleh bkkbn online, sekarang ini tiap hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan di luar nikah. Jika dihitung per tahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Ini menunjukkan pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini, sangatlah memprihatinkan. Menurut Prof. Dr. Dadang Hawari, psikiater, pengaruh gaya hidup barat sebagai penyebab utama para remaja mengabaikan nilai-nilai moral. Mereka menganggap seks bebas sebagai sesuatu yang wajar. Padahal agama melarang keras seks bebas. Menurut Prof. Dadang, namanya saja perzinahan, mendekatinya saja tidak boleh, apalagi melakukannya. Ini membuktikan, remaja sekarang ini sangat rentan terkena pengaruh dampak buruk informasi seks yang tidak mendidik dan tidak sesuai kaidah agama.

Menurut hasil penelitian Puslit Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI pada tahun 1990 terhadap siswa siswi di Jakarta dan Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan senggama adalah: membaca buku porno dan menonton film biru (54,39% di Jakarta dan 49,2% di Yogyakarta). Motivasi utama melakukan senggama adalah suka sama suka (76% di Jakarta dan 75,6% di Yogyakarta), Kebutuhan biologik 14 – 18% dan merasa kurang taat pada nilai agama antara 20 – 26%.

Permasalahan di atas hanyalah sekedar contoh dari sejumlah masalah yang dihadapi oleh anak remaja kita. Karena bila diteliti lebih jauh, tidak sedikit dari remaja kita yang terlibat perilaku negatif lainnya seperti minum-minuman keras, merokok, mencuri, menipu, berkelahi dan tindak kekerasan lainnya serta penyalahgunaan obat-obatan terlarang/narkoba. Hal yang terakhir, dampaknya sangat berbahaya bagi masa depan bangsa dan remaja itu sendiri. Sementara Soetjiningsih (2004) membagi permasalahan remaja menjadi tujuh kategori, yaitu: (1) terganggunya nutrisi, (2) penggunaan obat terlarang, (3) terganggunya kesehatan jiwa, (4) masalah kesehatan gigi, (5) penyakit yang terkait dengan lingkungan bersih, (6) gangguan kesehatan karena hubungan seks, dan (7) trauma fisik dan psikis karena sebagai korban kekerasan.

Apapun klasifikasi, bentuk dan jenisnya, permasalahan remaja harus ditangani serius serta dicarikan solusi upaya pencegahannya. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari dampak yang semakin meluas yang dapat mengancam ketahanan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara mengingat remaja adalah generasi penerus di masa depan. Untuk itu diperlukan formulasi penanganan dan upaya pencegahan masalah remaja secara tepat dan berkesinambungan, agar persoalannya tidak semakin akut. Di sini keluarga sebagai tempat bernaung dan berlindung bagi seluruh anggota keluarga termasuk anak remaja, memiliki peran dan kedudukan yang strategis dalam ikut serta menangani persoalan yang dihadapi para remaja, paling tidak untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkannya.

B. Keluarga dan Tumbuh Kembang Remaja

Kita telah memahami bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi tumbuh kembang anak remaja, sementara lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Keluarga, terutama orangtua merupakan tokoh yang ditiru oleh anak dan remaja, maka seharusnya orangtua memiliki kepribadian yang baik menyangkut sikap, kebiasaan, perilaku dan tata cara hidupnya.

Hubungan antara orangtua dan anak remajanya adalah hubungan antar manusia yang mengemban tanggung jawab moral terbesar. Salah satu tanggung jawab orangtua, baik terhadap anak maupun masyarakat, adalah menanamkan nilai-nilai yang baik, mengajarkan tanggung jawab, serta meningkatkan akhlak yang baik. Tanggung jawab lainnya adalah menjamin kesejahteraan anak, mencurahkan perhatian pada kata-kata dan perbuatan anak, serta memahami perasaan dan kebutuhan anak.

Penyair Kahlil Gibran berkata bahwa orangtua adalah “busur” yang merupakan sarana meluncurkan anak sebagai “anak panah hidup” ke masa depan. Itu artinya, orangtua harus secara sadar memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan pada anak, serta mencari peluang dan kesempatan untuk menekankan dan mencontohkan perilaku yang patut diteladani.

Meskipun kita tidak dapat menjamin anak remaja kita akan tumbuh tepat seperti harapan dan keinginan kita, jika kita membesarkan anak dengan nilai-nilai dan kebiasaan positif, dipastikan ia akan menerapkan nilai-nilai dan kebiasaan positif itu pada masa dewasanya serta memberikan sumbangsih terhadap kebaikan masyarakat. Dalam konteks ini, ahli sosiologi Amitai Etzini berkata bahwa orangtua mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat sebagaimana terungkap dalam pernyataannya:

“ Mempunyai anak adalah sebuah tindakan moral. Sudah tentu, orangtua berkewajiban terhadap anak. Namun dengan memiliki anak, orangtua mempunyai kewajiban terhadap masyarakat. Kita semua menanggung resiko pengasuhan anak yang buruk… Kenakalan remaja tidak hanya membuat hati orangtua berduka dan pemakai narkoba tidak hanya membuat sedih orangtuanya. Mereka juga merampok orang lanjut usia, toko dsan pompa bensin, dan mengganggu anak-anak yang pulang dari sekolah. Mereka rumbuh menjadi masalah, menguras uang, sumber daya dan kesabaran masyarakat. Sebaliknya, anak-anak yang diasuh dengan baik bukan Cuma menjadi sumber kebahagiaan keluarganya, mereka (ini perlu ditekankan) adalah landasan bagi masyarakat yang sukses dan patut dibanggakan.” 

Berbicara tentang keluarga dalam hubungannya dengan tumbuh kembang remaja, masalah pembentukan akhlak dan karakter kepribadian anak menjadi sangat urgen untuk dibahas. Hal ini terkait fungsi keluarga sebagai tempat sosialisasi dan pendidikan anak. Orangtua sebagai pengendali biduk rumah tangga, perlu mengajarkan budi pekerti pada anak remajanya guna menumbuhkan tiga sifat utama:
Pertama, manusia berkarakter mulia yang mempunyai prinsip yang baik. Mereka yakin akan kehormatan, integritas, kewajiban, belas kasih, keadilan dan nilai etika lain. Prinsip-prinsip tersebut kemudian dikenal dengan istilah Enam Pilar Karakter.
Kedua, manusia berkarakter mulia yang mempunyai nurani yang kuat. Kesadaran nurani adalah semacam kompas moral internal yang membantu anak remaja kita membedakan benar dan salah, sekaligus suara hati yang terus mengingatkan mereka tentang kewajiban moral, serta mendesak agar melakukannya. Kesadaran nurani yang kuat akan memperkukuh penilaian moralnya dengan cara membahas perilaku yang baik dengan perasaan yang baik. Misalnya rasa bangga dan percaya diri. Nurani yang kuat juga menghukum perilaku buruk dengan menimbulkan rasa malu dan bersalah.
Ketiga, manusia berkarakter mulia yang mempunyai keberanian moral, kemauan untuk mendengarkan suara hati nurani dan melakukan hal yang benar, kendati harus menanggung resiko yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, karakter yang mulia juga merupakan kekuatan etika atau moral.
Akhlak atau budi pekerti bukanlah bawaan sejak lahir. Budi pekerti terbentuk dari hari-ke hari, melalui nilai-nilai yang kita terapkan dan jalur pilihan yang kita tentukan. Pada prinsipnya, setiap orang mampu menentukan akhlaknya sendiri. Oleh karena itu, anak remaja kita harus secara sadar dirangsang untuk menentukan pilihan memperkuat akhlak mereka, bukan memperlemahnya.
Di sini menjadi semakin jelas keterkaitan antara keluarga dan tumbuh kembang anak remaja. Karena keluarga adalah lembaga yang pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan savilisasi pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makan, cinta kasih, simpati, loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak, dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Baik dan buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan pertumbuhan jasmani anak remaja.

Psikopatologi pada Remaja


Dalam bagian tentang hipoaktivisme dari bab ini telah dibicarakan beberapa gangguan kejiwaan atau psikapotologi (psiko=jiwa, patologi= kelainan, gangguan) yang terdapat pada remaja seperti skizofrenia, episode depresif dan reterdasi mental. pada bagian ini gangguan-gangguan kejiwaan itu akan dibicarakan secara lebih terinci.
            Pembicaraan mengenai gangguan kejiwaan pada remaja ini penting oleh karena penelitian Gardner selama dua tahun (1960-1962) terhadap 1334 pasien rumah sakit jiwa di Monreo County, N.Y,. Amerika Serikat membuktian bahwa gangguan jiwa pada remaja ini cukup bervariasi. Ditemuka oleh garder bahwa dari semua pasien itu ada yang menderita skizofrenia (8,5%), neurosa (13,3%), kelainan kepribadian (31,4%), kecenderungan bunuh diri ( (2,8%), dan gangguan-gangguan jiwa lainnya (16,9%). Yang menderita gangguan karena adanya kelainan situasional (sosial) seperti orang tua yang bercerai, lingkungan yang sangat miskin, dan sebagainya, hanya terdapat 27,1% (Weiner, 1980:448).
            Adapun jenis-jenis gannguan jiwa itu pada praremaja menurut Kohen & Raz yang meninjaunya dari teori psikoanalisis (1971) adalah sebagai berikut.
  1.  Gangguan neurosis karena konflik Oedipoes yang tidak terselesaikan dengan baik. Gejlanya adalah pasif, pemalu, penakut. Pada wanita terdapat gejala mengisap jempol, mengompol, tidak bisa lepas dari bonekanya dan keluhan psikomatis (merasa sakit perut, pusing atau ada keluhan fisik lainnya tanpa disertai kelainan atau gangguan fisik).
  2. Takut kepala sekolah (school phobia) sehingga cenderung membolos atau mencari alasan untuk tidak sekolah
  3. Keterasingan, merasa diterlantarkan oleh orang tua, tidak dapat mengidentifikasikan peran seksualnya sendiri (bagaimana caranya untuk berperan sebagai laki-laki atau anak perempuan), kurang mempunyai citra seksual tentang diri-nya sendiri. Penyebabnya menurut Kohen dan Raz adalah karena anak0anak itu kurang mendapat pengalaman Kompleks Oedipoes.
  4. Kenakalan anak yang disebabkan oleh reaksi neurotik.
  5.  Retardasi mental.
  6. Gangguan organis yang bisa mengganggu fungsi kepribadian.
  7. Gangguan kepribadian (kelainan jiwa) yang berat.
  8.  Kenakalan anak yang tidak disebabkan oleh reaksi neurotik.

Pada remaja yang sudah lebih tinggi usianya, penggolongan gangguan kejiwaan adalah sebagai berikut. (Jensen, 1985: 332, dan seterusnya). 

1. Mental stress yang menimbulkan hal-hal berikut.

a)      Hiperaktivitas. Tanda-tandanya antara lain:
1.      Selalu gelisah, mudah terangsang, mudah tersinggung,;
2.      Mengganggu anak lain;
3.      Tidak pernah menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tuntas;
4.      Tidak bisa memusatkan perhatian;
5.      Tuntutannya tinggi, mudah frustasi;
6.      Sering menangis;
7.      Emosi cepat berubah;
8.      Tingkah lakunya sulit diduga;
b)      Depresi. Gejalanya, antara lain:
1.      Segi perasaan:selalu sedih;
2.      Segi kognitif: pesimis, berpandangan negatif terhadap diri sendiri, dunia dan masa depan;
3.      Segi tingkah laku:cara berpakaian kurangg teratur, ekspresi wajah murung, bicaranya sedikit dan berlahan, dan gerak tubunya lamban;
4.      Segi fisik: tidak nafsu makan, insomnia (sulit tidur), sakit di berbagai bagian tubuh, siklus haid tidak teratur. 
 
2. Neurosis 

Menurut Jensen, diagnosis jenis gangguan jiwa yang satu ini cenderung kurang banyak dilakukan dibandingkan dengan yang seharusnya (underdiagnosed) oleh karena ciri-cirinya banyak miripnya dengan ciri-ciri remaja itu sendiri pada umumnya. Keadaan gejolak dan konflik yang terdapat pada setiap remaja itulah yang menyebabkan remaja menunjukkan tingkah laku neorotik. Walaupun demikian, perlu diketahui beberapa gejala neurotis yang bisa terjadi pada diri remaja yaitu phobia dan Obsei-kompulsi.
 
3.Reaksi Konvensi  

 
Yaitu kecemasan yang dialihkan kepada tubuh. Dulu Frued menyatakannya sebagai perwujudan kecemasan seksual. Akan tetapi, pandangan sekarang menyatakan bahwa reaksi konvensi. Ini bisa disebabkan oleh berbagai macam kecemasan terhadap berbagai macam hal, (cemas menghadapi ujian, cemas menghadapi lingkungan baru, cemas menghadapi tekanan dari orang tua, dan sebagainya). Reaksi konvensi ini sesaat, misalnya berkeringat dingin atau sakit perut saat menghadapi ujian. Akan tetapi bisa menetap, misalnya selalu berkeringat dingin atau selalu sakit perut.. jenis yang menetap ini disebut hipokondria, yaitu pandangan yang menetap tentang keadaan tubuh sendiri yang kurang sehat, kurang sempurna. Pada remaja hipokhondria ini lebih memungkinkan karena adanya pertumbuhan dan perkembangan fisik yang menetap.


4. Skizofrenia

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikiater Swiss bernama Eugene Bleuer. Sebagian penderita mendapat gangguan ini secara genetik dan biasanya gangguan jiwa yang satu ini sulit disembuhkan. Dulu nma gangguan jiwa ini adalah Dementia precox yang artinya kemunduran (dementia)pada remaja (precox), karena gejalanya paling sering terdapat pada remaja atau orang dewasa muda. Akan tetapi, kemudian ternyata gangguan ini juga bisa terjadi pada anak-anak dan orang tua sehingga namanya diganti menjadi skizofrenia yang artinya adalah terpecah.

5. Anorexia Nervosa

Gangguan jiwa ini adalah khas remaja dibawah usia 25 tahun dan biasanya terjadi pada remaja putri. Pada hakikatnya Anorexia dan Nervosa adalah suatu jenis gangguan 0bsesi-kompulsi yang khas, yaitu penderita mempunyai obsesi pengen langsing, tetapi obsesinya ini sangat extrem sehingga penderita menolak makan, dan menggelitik kerongkongannya sendiri agar muntah. Akibatnya, badany6a makin lama makin kurus dan bisa diakhiri dengan kematian. biasanya penderita memang sudah mempunyai riwayat sulit makan. Akan tetapi, Anorexia Nervosanya itu sendiri lebih disebabkan oleh kegagalan penderita untuk memenuhi tuntutan sosialnya atau adanya gangguan dalam hubungan dengan anggota keluarganya, dan sebagainya. Ini mendorong samapai kepada konsep diri yang keliru tentang keadaan fisiknya. Di Indonesia jenis gangguan jiwa seperti ini jarang didapati, sedangkan di Amerika Serikat lebih banyak terdapat di kalangan menengah ke atas.

Penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan Obat) dan Alkoholisme


Seperti diketahui, narkoba dan minuman keras mengandung alkohol mempunyai dampak terhadap sisitem syaraf manusia yang menimbulkan berbagai perasaan. Sebagian dari narkoba itu meningkatkan gairah, semangat dan kebranian, sebagian lagi menimbulkan perasaan mengantuk, yang lain bisa menyebabkan rasa tenang dan nikmat sehingga bisa melupakan segala kesulitan. Oleh karena efek-efek itulah beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan alkohol. Akan tetapi, sebagaimana orang pun tahu, narkoba dan alkohol itu dalam dosis yang berlebihan bisa membahayakan jiwa orang yang bersangkutan. Padahal, sifat narkoba dan alkohol itu antara lain adalah menimbulkan ketergantungan (kecanduan) pada pemakainnya. Makin sering ia memakai narkoba atu minum minuman beralkohol, makin besar ketergantungannya sehingga pada suatu saat tidak bisa melepaskan diri lagi. Pada tahp ini remaja yang bersangkutan bisa menjadi kriminal, atau menjadi pekerja seks.


            Menyadari akan bahaya penyalahgunaan narkoba dan alkohol ini, hampir semua pemerintah di seluruh dunia mempunyai undang-undang anti narkotika dan alkohol. Berbagai uaya dan tindakan (oleh aparat keamanan dan hukum) juga telah dilakukan untuk memeberantas sindikat-sindikat pembuat dan pengedar obat terlarang dan alkohol yanh tidak berizin. Banyak sekali dana yang terbuang bahkan jiwa melayang dalam usaha pembrantasan narkotika narkotika dan alkohol gelap ini. Akan tetapi, sampai sekarang penyalahgunaan zat-zat yang berbahaya ini tidak pernah dapat diberantas dengan tuntas.

            Seperti telah diuraikan dalam bagian awal dari aba ini, di indonesia sediri sudah disinyalir penggunaan obat daftar “G” oleh pelajar-pelajar sekolah. Bahkan di kalangan remaja (tahun 1980-an) dikenal istilah-istilah khusus untuk menyebut berbagai obat tersebut, misalnya:

  1. Alkohol disebut dringin, pengairan, seropan, atau tiupan;
  2. Dumolid disebut DM, dum atu dokter umum;
  3.  Ganja disebut alue, bunga dogel, gelek, golek, nisan, nokis, rumput;
  4.  Heroin disebut coklat, hero;
  5.  Morfin disebut bubuk, serbuk, kesehatan;
  6. Obat disebut barang, boat atau stok;
  7. Pil disebut kancing
  8. Rohypol disebut raja 10, rohip, dan sebagainya.
(yatim & Irwanto, 1986:153-154).
Pada hakikatnya faktor kepribadian yang menyebabkan terlibatnya seseorang dalam penyalahgunaan obat atau alkohol tidak berdiri sendiri-sendiri, melaikan merupakan jalinan dari beberapa faktor kepribadian. Sifat-sifat lain yang menurut para ahli merupakan indikasi dari adanya kemungkinan terlibat penyalahgunaan obat atau alkohol adalah sifat mudah kecewa, sifat tidak dapat menunggu dan tidak sabar, sifat memberontak, sifat mengambil resiko berlebihan dan sifat mudah bosan dan jenuh (Utari Hilman dalam Yatim & Irwanto, 1986:18). Karena sifat-sifat ini memang banyak terdapat pada remaja (karena periode sturm und drang), persolaannya adalah bagaimana menjaga agar sifat-sifat ini tidak berkembang menjadi negatif dalam bentuk penyalahgunaan obat atau alkohol.

Kultisme


Salah satu bentuk reaksi ketidakpuasan remaja terhadap kondisi lingkungan sosialnya adalah menarik diri kedalam dirinya sendiri sehingga ia tampil sebagai orang yang pendiam, pemalu atau pemurung , yang dalam bentuk gangguan kejiwaannya bisa menjadi skizofrenia autisma atau katatonik. Akan tetapi, penarikan diri itu bisa berupa pemilihan lingkungan tertentu atau norma tertentu dan cenderung mengikatkan diri pada lingkungan atau norma tertentu tersebut.
            Dengan memilh salah-satulingkungan sosial atau norma tertentu dan mengikatkan diri pada lingkungan atau norma itu, remaja membebaskan dirinya dari kebingungan atau konflik pribadi yang berkepanjangan. Ia jadinya mempunyai pedoman dan tolok ukur untuk dalam bertingkah laku. Salah satu norma yang dapat dijadikan pelarian remaja deri kondisi anomie adalah agama.
            Menurut H. Wagner (Adams & Gullota, 1983:374) agama buat remaja menyajikan kerangka moral untuk membandingkan tingkah laku seseorang. Agama juga menjawab pertanyaan tentang mengapa dirinya ada di dunia dan untuk apa ia ada di dunia ini. Dengan demikian, agama memberikan perlindungan dan rasa aman kepada remaja yang sedang berusaha untuk mengembangkan eksistensi dirinya.
            Agama bisa menjadi jalan keluar yang positif bagi remaja yang sedang mengalami goncangan dan gejolak pribadi sesuai dengan usianya. Akan tetapi, pada sebagian remaja pelarian kepada agama ini berkembang menjadi pengikat diri yang mutlak dan menolak segala sesuatu yang berbeda dari yang digariskan oleh ajaran agamanya sendiri. Jika tingkah lakunya dalam beragama itu sudah menyimpang dari kelaziman menurut norma yang umum berlaku dalam masyarakat atau bahkan sudah bertentangan dengan kepentingan orang banyak dan menggangu masyarakat, remaja tersebut mungkin sudah terlibat dalam “kultisme”
            “Kultisme” (cultism) adalah kepercayaan terhadap kult (cult) tertentu. Kult menurut R. Enroth dkk, (Tempo, No. 46, 12 Januari 1985) adalah sejenis agama atau kepercayaan baru karena ia menyimpang dari ortodoksi yang mapan. Karena kultisme bisa menggangu masyarakat dan merugikan diri orang yang bersangkutan, kiranya perlu diketahui ciri-ciri orang atau remaja yang mulai atau sudah terlibat kult sehingga bisa diambil tindakan-tindakan pencegahan atau perbaikannya. Ciri-ciri itu antara lain sebagai berikut.
  1. Tidak dapat lagi berfikir mandiri. Segala sesuatu selalu dikaitkan dengan ajaran agama (kult)-nya.
  2. Kesetiaan yang luar biasa terhadap agama (kult) sehingga bisa mengingkari atau memusuhi anggota keluarga sendiri.
  3. Melakukan acara keagamaan yang sangat terinci dan berkepanjangan (bersembahyang, berdoa, memberikan sajian, dan sebagainya), termasuk menampilkan tingkah laku yang sangat khas dan kaku sebagaimana diharuskan oleh kultnya (ucapan, gerak langkah, model busana, dan sebagainya).
  4. Semua hal tersebut diatas dilakukan atas dasar ketakutan akan akibat yang akan terjadi bilamana melanggar aturan kult.
(Adams & Gullotta, 1983:373).