Kamis, 20 September 2012

Hipoaktivisme

Kenakalan remaja dan beberapa kelaianan perilaku remaja yang lain biasanya dikaitkan dengan agrevitas atau hiperaktivitas (aktivitas yang terlalu berlebihan) dari remaja. Akan tetapi, di sisi lain ada sebagian remaja yang sangat kurang aktivitasnya (hipoaktivisme). Mereka yang tergolong hipoaktif ini biasanya lambat dianggap sebagai gangguan karena mereka umumnya tidak mengganggu orang lain. Orang mungkin hanya mengira anak itu pemalu atau pendiam. Bahkan, banyak orng tua yang merasa senang bahwa anaknya hipoaktif karena kelakuan mereka manis, tidak pernah merepotkan orang tua. Baru, jika anak itu sudah masuk usia remaja dan ternyata dia masih juga kurang aktivitasnya sehingga tidak mempunyai teman, tidak mempunyai hobi, tergantung terus pada orang tua atau mengalami gangguan belajar yang serius, orang tua atau orang dewasa lainnya mulai merisaukan keadaan anak yang hipoaktif tersebut.

            Keadaan hipoaktif bisa disebabkan oleh gangguan jiwa. Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Dianogsis Gangguan Jiwa, Edisi II 1983) ada beberapa gangguan keinginan yang kriteria diagnostiknya adalah hipoaktivisme. Salah satu gangguan jiwa dimaksud adalah skizofrenia (PPDGJ, 1983: 188-119). Memang tidak semua jenis skizofrenia ditandai dengan pasivisme. Bahkan, ada yang cirinya adalah hiperaktivisme dan agresivisme. Akan tetapi, jenis-jenis skizofrenia tertentu seperti autisme (berdiam diri terus, tidak peduli dengan keadaan sekitarnya) dan kotatonia (berdiam diri dalam posisi tubuh yang aneh selama berjam-jam) (PPDGJ, 1983:121)  jelas menunjukkan gejala hipoaktivisme yang ekstrem. Ciri lain dari skizofrenia adalah adanya perubahan (kemunduran) dari keadaan jiwanya dibandingkan dengan waktu yang sebelumnya dan adanya anggota keluarga yang pernah mendapat gangguan itu juga.

            Gangguan lain yang bisa menunjukkan sindrom hipoaktivisme adalah gangguan emosi (afektif) yang dinamakan manik-depresif,. Berbeda dari skizofrenia, penderita manik-depresif masih mempunyai rasioyang berfungsi dengan baik ( tidak ada halusinasi atau waham). Akan tetapi perasaannya terus-menerus terganggu. Gangguan itu bisa merupakan perasaan gembira yang berlebih-lebihan, bicara berlebih-lebihan, dan sebagainya. Gangguan jenis kedua ini dinamakan episode depresif ( PPDGJ: 1983:137:140) dan jenis inilah yang menunjukkan sindroma hipoaktivitas. Oleh karena episode depresif ini hanya menyangkut aspek emosi penderita, orang yang bersangkutan umumnya masih bias berkomunikasi dan berinteraksi sosial pada batas-batas yang wajar.

            Jika pada gangguan afektif hipaktivisme berlangsung lama dan terus-menerus, ada jenis gangguan jiwa lain dengan ciri hipoaktivisme juga, yaitu neurotik depresif (PPDGJ: 1983:185-186). Cirinya hampir sama dengan episode depresif. Akan tetapi, kualitasnya tidak seberat pada episode depresif dan timbulnya juga pada wktu akhir-akhir ini saja (maksimum 2 tahun terakhir) . sebagaimana halnya dengan gangguan-gangguan jiwa yang neurotik lainnya, neurotik depresif ini juga bersumber pada konflik pribadi yang terdapat dalam diri penderita yang bersangkutan. Jika konflik ini bisa dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar