Kamis, 20 September 2012

Kultisme


Salah satu bentuk reaksi ketidakpuasan remaja terhadap kondisi lingkungan sosialnya adalah menarik diri kedalam dirinya sendiri sehingga ia tampil sebagai orang yang pendiam, pemalu atau pemurung , yang dalam bentuk gangguan kejiwaannya bisa menjadi skizofrenia autisma atau katatonik. Akan tetapi, penarikan diri itu bisa berupa pemilihan lingkungan tertentu atau norma tertentu dan cenderung mengikatkan diri pada lingkungan atau norma tertentu tersebut.
            Dengan memilh salah-satulingkungan sosial atau norma tertentu dan mengikatkan diri pada lingkungan atau norma itu, remaja membebaskan dirinya dari kebingungan atau konflik pribadi yang berkepanjangan. Ia jadinya mempunyai pedoman dan tolok ukur untuk dalam bertingkah laku. Salah satu norma yang dapat dijadikan pelarian remaja deri kondisi anomie adalah agama.
            Menurut H. Wagner (Adams & Gullota, 1983:374) agama buat remaja menyajikan kerangka moral untuk membandingkan tingkah laku seseorang. Agama juga menjawab pertanyaan tentang mengapa dirinya ada di dunia dan untuk apa ia ada di dunia ini. Dengan demikian, agama memberikan perlindungan dan rasa aman kepada remaja yang sedang berusaha untuk mengembangkan eksistensi dirinya.
            Agama bisa menjadi jalan keluar yang positif bagi remaja yang sedang mengalami goncangan dan gejolak pribadi sesuai dengan usianya. Akan tetapi, pada sebagian remaja pelarian kepada agama ini berkembang menjadi pengikat diri yang mutlak dan menolak segala sesuatu yang berbeda dari yang digariskan oleh ajaran agamanya sendiri. Jika tingkah lakunya dalam beragama itu sudah menyimpang dari kelaziman menurut norma yang umum berlaku dalam masyarakat atau bahkan sudah bertentangan dengan kepentingan orang banyak dan menggangu masyarakat, remaja tersebut mungkin sudah terlibat dalam “kultisme”
            “Kultisme” (cultism) adalah kepercayaan terhadap kult (cult) tertentu. Kult menurut R. Enroth dkk, (Tempo, No. 46, 12 Januari 1985) adalah sejenis agama atau kepercayaan baru karena ia menyimpang dari ortodoksi yang mapan. Karena kultisme bisa menggangu masyarakat dan merugikan diri orang yang bersangkutan, kiranya perlu diketahui ciri-ciri orang atau remaja yang mulai atau sudah terlibat kult sehingga bisa diambil tindakan-tindakan pencegahan atau perbaikannya. Ciri-ciri itu antara lain sebagai berikut.
  1. Tidak dapat lagi berfikir mandiri. Segala sesuatu selalu dikaitkan dengan ajaran agama (kult)-nya.
  2. Kesetiaan yang luar biasa terhadap agama (kult) sehingga bisa mengingkari atau memusuhi anggota keluarga sendiri.
  3. Melakukan acara keagamaan yang sangat terinci dan berkepanjangan (bersembahyang, berdoa, memberikan sajian, dan sebagainya), termasuk menampilkan tingkah laku yang sangat khas dan kaku sebagaimana diharuskan oleh kultnya (ucapan, gerak langkah, model busana, dan sebagainya).
  4. Semua hal tersebut diatas dilakukan atas dasar ketakutan akan akibat yang akan terjadi bilamana melanggar aturan kult.
(Adams & Gullotta, 1983:373).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar